Mungkin agak seram judulnya. Tetapi memang dalam aksi aksi tebar pesona JIL (Jaringan Islam Libral), menempatkan JIL sebagai tuhan kedua setelah Allah. JIL menciptakan kemusyrikan (paganisme) baru dalam Wilayah agama Islam, dengan mengedepankan aktualisasi akal sebagai penangkal segala kemuan agama. Mulai dari kitab suci, hadist hadist nabi dan seluruh pendapat pendapat Ulama salaf menjadi sasaran kenakalannya, dan refleksi JIL adalah melahirkan sikap apatis terhadap agama. Seolah agama adalah buku catatan harian yang hanya bisa dinikmati tulisannya. Sedangkan maksud dan tujuan dalam buku itu hanya kisah lama yang tak perlu dipraktekkan lagi.
Untuk melihat JIl seperti apa, ada titik tolak JIL yang bisa diakses oleh kita.
http://islamlib.com/id/halaman/tentang-jil/
Dalam situs tersebul JIL sedang ber imajinasi pada ayat ayat wahyu hasil rekayasa akalnya, diantaranya;
a. Membuka pintu ijtihad pada semua dimensi Islam.
Islam Liberal percaya bahwa ijtihad atau penalaran rasional atas teks-teks keislaman adalah prinsip utama yang memungkinkan Islam terus bisa bertahan dalam segala cuaca. Penutupan pintu ijtihad, baik secara terbatas atau secara keseluruhan, adalah ancaman atas Islam itu sendiri, sebab dengan demikian Islam akan mengalami pembusukan. Islam Liberal percaya bahwa ijtihad bisa diselenggarakan dalam semua segi, baik segi muamalat (interaksi sosial), ubudiyyat (ritual), dan ilahiyyat (teologi).
Tanggapan: Sebagai Isyarat Jil dalam gagasan gagasannya memunculkan istilah Ijtihad pada tekanan rasionalisme, mendudukkan akal sebagai paradigma berpikir, menelaah teks teks dalam Islam dengan maksud sebagai penjabaran berdasarkan konsensus akal yang dilembagakan dalam wilayah JIL. Tentunya bersifah subyektivitas dan sikap tidak percaya diri dengan Islam, sehingga melebarkan sayap Ijtihap pada dogmatisme JIL , bukan itjtihad yang dikretiakan oleh kalangan Mujtahid. Tidak ada seorangpun Ulama dari kalangan salaf yang menutup Ijtihad seperti yang dituduhkan JIL, tetapi sepantas JILkah kretianya ?….karena Laskar JIL, tak seorangpun dari mereka Menghafal dan Menjiwai Al-Quran, dan tidak ada bintang bintang yang setaraf kalangan mufasir yang memiliki keahlian dalam pemahaman Islam, mereka berilmu menurut reputasinya dalam memahami Islam. Sedangkan nilai nilai intelektual mereka tidak saja diragukan, tetapi tidak sesuai syarat yang ada dalam dunia Ijtihad. Al-Quran saja masih perlum membuka, sedangkan kalangan mufassir saja untuk bisa disebut Mufassir modal utama haruslah hafal Al-Quran dan menguasai Ilmunya. Dalam Jil, Siapa diantara mereka memnuhi syatat tersebut, itu baru satu sisi. Kalau asal berlandaskan kecerdasan, semua orang bisa. Jangankan mereka yang berpendidikan dengan stayle JIL, dipasar, tidak sedikit kalangan pomotor obat mengulas ayat ayat suci yang ujung uungnya sama dengan JIL, duit.
b. Mengutamakan semangat religio etik, bukan makna literal teks.
Ijtihad yang dikembangkan oleh Islam Liberal adalah upaya menafsirkan Islam berdasarkan semangat religio-etik Qur’an dan Sunnah Nabi, bukan menafsirkan Islam semata-mata berdasarkan makna literal sebuah teks. Penafsiran yang literal hanya akan melumpuhkan Islam. Dengan penafsiran yang berdasarkan semangat religio-etik, Islam akan hidup dan berkembang secara kreatif menjadi bagian dari peradaban kemanusiaan universal.
Tanggapan: Tidak ada ceritanya alam JIL (maaf bukan alam JIN) mengenal Al-Quran dan Sunah Nabi. Yang tersiar dalam segala tulisannya adalah upaya melumpuhkan Al-Quran dan Sunah dalam amaliyah umat. Etika apa yang dipasarkan oleh JIL, adalah sikap sangsi dan Keraguan dengan mengacungkan akal sebagai filter terhadap ayat ayat Al-Quran, dan Sunah. Memerdekakan diri dari doktrin pemahaman pemahaman yang disinyalir tidak sesuai dengan jalan akal pikiran JIL. Al-Quran dan Sunah, hanyalah upaya promosi, bahwa JIL memiliki orang orang ahli, padahal maksudnya “mengahlikan diri” , mengemasnya dengan sensor sensor ketika berbicara Al-Quran, dan membatasi ruang gerak orang lain dengan stetmen miring, misalnya, “wah itu itu terlalu Fundamental, Islam Garis keras dan tuduhan tuduhan miring lainya yang sifatnya alergi”. Kalaupun kemudin memetik pendapat pendapat Imam Mufasir dan Imam Imam Fiqih, tentu asasnya adalah harus memenuhi kehendak dan selera JIL Persyaratan tersebut tercermin dalam asas asas pemikirannya. Bandingkan dengan Paradigma Cendikiawan Tafsir abad Salaf, Cara berpikir mereka runtun dan sama dalam menafsirkan ayat ayat Allah. Sedangkan JIL dalam segala tafsirnya memebebaskan diri dari tekanan sejarah Tafsir dan adabnya. Itu tidak dianggap sebagai pedoman interpretasi, tetapi lebih dikonotasikan sebagai orang orang leterat. Bagi JIL , seluruh umat Islam adalah Leterat, sehingga budaya muslim leterat dianggap kono dan klasik dan selarai dengan dunia modern. JIL mencoba memasarkan rumusan bahwa agama dan modernisasi mesti saling berkaitan, sehingga kesalahan agama harus diralat.
c. Mempercayai kebenaran yang relatif, terbuka dan plural.
Islam Liberal mendasarkan diri pada gagasan tentang kebenaran (dalam penafsiran keagamaan) sebagai sesuatu yang relatif, sebab sebuah penafsiran adalah kegiatan manusiawi yang terkungkung oleh konteks tertentu; terbuka, sebab setiap bentuk penafsiran mengandung kemungkinan salah, selain kemungkinan benar; plural, sebab penafsiran keagamaan, dalam satu dan lain cara, adalah cerminan dari kebutuhan seorang penafsir di suatu masa dan ruang yang terus berubah-ubah.
Tanggapan : Relatifme itu hanya ada pada konsekwensi JIL, yang mencanangkan Libralisasi pemahaman, tanpa kendali dan bersifat aborsi terhadap ilmu ilmu Islam yang tidak diharapkan oleh JIL. JIL sendiri telah menjadi paradigma dalam bunganan Masyarkat JIL, sehingga alokasi pemikiran JIL bagian dari prestasi JIL dalam membangun masyarakat JIL dengan perluasan wilayah pemikiran yang dinubuatkan oleh JIL dalam cita citanya, Pluralis State.Dan dalam kurun waktu sejak berdirinya JIL hingga sekarang, JIL menyertai pandangan pandangannya yang alergi ketimuran dan menyebut BARAT sebagai titik tolak interpretasi, akibatnya prilaku JIL lebih menyerupai reinkarnasi pemikiran barat di Indonesia. Mungkin tidak terlalu banyak refrensi JIL, tidak pernah melihat tafsir dan fiqih keseluruhan. Dalam dunia tafsir saja mayoritas penafsir ulung seperti Ibnu katsir, Baidhowi, albaghawi, arrosi, dan puluhan tafsir yang ada dalam Islam berangkat sama dalam nterpretsinya, bahkan secara ilmiah kalangan mufassir tetap bermata rantai dari generasi kegenarasi, menjahui apa yang disebut relatif oleh JIL. Mungkin kata Relatifme itu sendiri hanya bisa digunakan dalam melihat pendapat pendapat JIL yang keluar dari garis lurus (Shirat al-Mustaqim)
d. Memihak pada yang minoritas dan tertindas.
Islam Liberal berpijak pada penafsiran Islam yang memihak kepada kaum minoritas yang tertindas dan dipinggirkan. Setiap struktur sosial-politik yang mengawetkan praktek ketidakadilan atas yang minoritas adalah berlawanan dengan semangat Islam. Minoritas di sini dipahami dalam maknanya yang luas, mencakup minoritas agama, etnik, ras, jender, budaya, politik, dan ekonomi.
Tanggapan: Konyol kayaknya jalan pikiran JIL, membumi hanguskan prinsip prinsip Islam yang meniadakan agama lain selain Islam, membangun asas kesatuan dan persatuan atas satu aqidah dan nilai nilai etika religi yang erat pada bingkai bingkai dakwah. Memotong tali ikatan dengan pemahaman sekuler, tentu atas ibadah non formal (ghairu Mahdho). Menekankan pentingnya jendela sebagai ventalasi udara dan meihat orang orang liar yang berusaha merobohkan Islam. Jelasnya Pluralisme dalam artian JIL menyuratkan bahwa Islam membiarkan tradisi agama agama hidup dalam dunia Islam. Adalah bentuk paganisme JIL. yang secara tidak langsung menyamaratakan agama agama. Disnilah Hak Majelis Ulama Indonesia tergugat oleh JIL, terlebih bagi JIL majelis ulama dianggap menghambat program kerjanya. Karena Majelis Ulama berpihak pada Islam (di Indonesia adalah Mayorita).
e. Meyakini kebebasan beragama.
Islam Liberal meyakini bahwa urusan beragama dan tidak beragama adalah hak perorangan yang harus dihargai dan dilindungi. Islam Liberal tidak membenarkan penganiayaan (persekusi) atas dasar suatu pendapat atau kepercayaan.
Tanggapan: Islam agama Agama satu satunya didunia yang tidak membenarkan rekrutmen, tetapi membiasakan diri dengan Publikasi, siapa suka boleh Ikut, dan tidak pernah terjadi dalam Islam, mereka yang menolak Islam dipotong kepalanya. Hanya saja Orang Islam tidak juga dibenarkan merusak Islam. Masuk Islam atau tidak itu soal petunjuk, sedangkan pemaksaan kehendak adalah sikap rekrutmen, Inilah yang tidak sejala dengan Islam. Namun sebuah tradisi sejarah sejak nabi ada memungkinkan hukuman mati bagi para pecundang agama, bukan penganiayaan, karena tidak demikian, mudhratnya lebih besar. Perhitungannya adalah, matinya seorang pecundang itu lebih baik dari pada seluruh umat Islam Binasa, matinya seorang morfinis itu lebih baik dari pada seluruh bangsa hancur. Kalau standarisasi JIL dipakai sebagai Ukuran beragama, bukan tidak mungkin kaum minoritas seprti geng geng yang ada di di bangsa ini bisa benar semua. Liha saja keberadaan JIL itu menjadi paradigma AGAMA LAIN menyerang Islam. Al Hasil JIL telah melahirkan gagasan ADU DOMBA.
f. Memisahkan otoritas duniawi dan ukhrawi, otoritas keagamaan dan politik.
Islam Liberal yakin bahwa kekuasaan keagamaan dan politik harus dipisahkan. Islam Liberal menentang negara agama (teokrasi). Islam Liberal yakin bahwa bentuk negara yang sehat bagi kehidupan agama dan politik adalah negara yang memisahkan kedua wewenang tersebut. Agama adalah sumber inspirasi yang dapat mempengaruhi kebijakan publik, tetapi agama tidak punya hak suci untuk menentukan segala bentuk kebijakan publik. Agama berada di ruang privat, dan urusan publik harus diselenggarakan melalui proses konsensus.
Tanggapan: Sejarah membuktikan, tidak dalam pengertian Import, (Teokrasi), beratus ratus tahus Tahun Islam berkuasa mencerminkan suatu kemajuan pesat, melampaui Barat yang lahir kemudian sebagai penggagas. Ketika Barat gelap dengan batasan batasan agama sebelum Meshi, tidak seorangpun barat bisa berbuat lebih dengan agamanya. Sebagaimana Konsili Vatikan waktu sangat antipati dengan keterbuakan dan kemajuan, sebab dianggap bertentangan dengan agama. Konsili Vatikan Inilah yang dipakai Oleh JIl untuk memberangus kegiatan politik Islam dalam makna dahwa yang berimplikasi pada tataran kepemimpinan dalam pembangunan Islam, bernegara. Tentu Ispirasi ini menguat sebagai upaya membungkan dakwah dakwah Islam. Di Indonesia, Jil mengambil peran utama mendalangi barat di Indonesia. Ini sebenar bagian dari Gerakan Freemansonry. Jadi tidak dapat disamakan antara Islam dan agama lainnya yang memang sejak dini tidak melibatkan negara. Istilah Teokrasi itu sendiri bukanlah istilah yang tepat dilemparkan kepada Islam. Hal itu masih mencerminkan distorsi terhadap ajaran Islam..
2. Mengapa disebut Islam Liberal?
Nama “Islam liberal” menggambarkan prinsip-prinsip yang kami anut, yaitu Islam yang menekankan kebebasan pribadi dan pembebasan dari struktur sosial-politik yang menindas. “Liberal” di sini bermakna dua:
kebebasan dan pembebasan. Kami percaya bahwa Islam selalu dilekati kata sifat, sebab pada kenyataannya Islam ditafsirkan secara berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan penafsirnya. Kami memilih satu jenis tafsir, dan dengan demikian satu kata sifat terhadap Islam, yaitu “liberal”. Untuk mewujudkan Islam Liberal, kami membentuk Jaringan Islam Liberal (JIL).
3. Mengapa Jaringan Islam Liberal?
Tujuan utama kami adalah menyebarkan gagasan Islam Liberal seluas-luasnya kepada masyarakat. Untuk itu kami memilih bentuk jaringan, bukan organisasi kemasyarakatan, maupun partai politik. JIL adalah wadah yang longgar untuk siapapun yang memiliki aspirasi dan kepedulian terhadap gagasan Islam Liberal.
4. Apa misi JIL?
Pertama, mengembangkan penafsiran Islam yang liberal sesuai dengan prinsip-prinsip yang kami anut, serta menyebarkannya kepada seluas mungkin khalayak.
Kedua, mengusahakan terbukanya ruang dialog yang bebas dari tekanan konservatisme. Kami yakin, terbukanya ruang dialog akan memekarkan pemikiran dan gerakan Islam yang sehat.
Ketiga, mengupayakan terciptanya struktur sosial dan politik yang adil dan manusiawi.
Tanggapan : Pertama Libral aksiomatikanya adalah Libralisasi keagamaan dengan target membebaskan dan pembebasan manusia untuk berbuat apa saja, tetapi terkesan lata, ngekor pada suatu keadaan dengan stetmen garis kerasnya dengan tuduhan miring terhadap prilaku muslim lainnya. Bercita cita membangun Libralisasi berkedok agama dengan intimidasi intimidasi pernyataan arogan terhadap kegiatan kegiatan Islam yang tidak searah dengan Libral. Bagi mereka LIBRALISASI adalah kitab SUCI kalau dikencengi NAJIS...
Terkadang orang tidak tahu kapan dia harus marah. Karena ia tidak mengerti bahwa pelecehan tengah terjadi. Dari hal ini dapat dianalisa bahwa sudah jamak terjadi ada sebagian manusia yang memanfaatkan kebodohan sebuah bangsa untuk membicarakan satu wacana. Hal ini sebenarnya lebih mengarah pada kontra-produktif, vulgarnya ialah mengajak pada kehancuran. Dan inilah yang DIKEHENDAKI OLEH INDUSTRI.
Jungkir balik kata-kata, verbal yang membumbung, penyandaran pernyataan pada akal. Namun sesungguhnya, ia tengah menjerumuskan kita pada sebuah katastrofa.
Lantas, jika boleh saya menyalin ungkapan seorang Taufik Ismail dengan bahasa saya: bahwa memang mereka yang berdalih kebebasan sesungguhnya sudah dan sedang meneriakkan satu ajakan a-moral GERAKAN SYAHWAT MERDEKA.
Kemudian tanpa harus melirik ke lain kepala, apatah tidak sebaiknya kita segera bercermin, melihat diri sekali lagi. Paling tidak agar segera kita ketahui hati yang ada dalam pribadi ini berwarna apa? Hati yang menjadi penggerak peradaban kemanusiaan yang semestinya berakhir gemilang ini telah condong kepada apa?
Fitnah intelektualitas adalah ketika ia merasa mampu mengajak bicara dengan apa yang disebutnya Tuhan tanpa perantara AL-QUR’AN. Yakin benar dalam kesombongan akal yang tidak seberapa panjang. Dan itulah penistaan yang nyata terhadap intelektualitas itu sendiri.
Bagi saya, tatkala Einstein berkata -agama tanpa ilmu adalah lumpuh-, maka dengan tegas saya menyambut dengan pertanyaan: “AGAMA yang manakah itu wahai Einstein?” dan inilah yang saya sebut superego intelektualitas murni. Alasan saya cukup mendasar: adalah karena saya ORANG ISLAM, sebab mustahil ISLAM tidak sempurna. ISLAM MUTLAK SEMPURNA. ITU FAKTA. AKURASI DATA DAN JEJAK REKAMNYA ADA PADA AL-QUR’AN DAN SUNNAH. YANG DENGAN BEGITU TELITI DIJAGA SECARA AKADEMIS RELIGIUS. BUKAN SEKEDAR HASIL INTEPRETASI AKAL YANG DANGKAL. (sebagai contoh saja mengapa Hadits itu terjaga, sebab ada yang namanya ilmu takhrij hadits, yang memilah antara perawi yang bisa dipakai atau tidak riwayatnya.).
Pada batasnya manusia akan berkata tidak tahu ketika ia ditanya soal Ruh. Jika masih ada yang berkilah tentang isme sekular di tengah ilmu pengetahuan yang hingar bingar ini, maka ada baiknya saya kabarkan, jauh sebelum filsafat masuk ke Indonesia, di barat sudah tergelegar dalam sendu kegetiran pemuja akal bahwa : LOGIKA TIDAK SAMPAI PADA KEMATIAN.
Setelah begini adakah lagi yang tetap sombong mengacungkan jari dan berkata “saya agnostig” atau saya “saya atheis”?
Mari berbantah dan terimalah kebenaran itu sebagai angin sejuk yang menggantikan pengap hati yang lupa pada jalan terang.
Selamat Belajar saudaraku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar